Sistem Peringatan Dini dalam Mitigasi Bencana

Kabupaten Kotawaringin Timur melalui Badan Penanggulangan Bencana melakukan monitoring pada seluruh alat yang di miliki oleh BMKG Stamet H. Asan Sampit dan Balai Wilayah Sungai Kalimantan II Palangka Raya. Saat bulan November dan Desember 2025 terjadi beberapa data yang memberikan peringatan pada wilayah yang memiliki bahaya bencana Banjir.

Data yang di kirimkan secara periodik sangat membantu untuk memberikan bantau KIE kepada seluruh masyarakat yang berada di kawasan bahaya banjir.

Data di sajikan oleh Balai Wilayah Sungai dapat di akses pada alamat https://hkabwskal2.higertech.com/ dan melalui BMKG yang dapat di akses pada https://stamet-kotim.bmkg.go.id/radar/. Tampilan data pada halaman muka website ini sangat membantu dalam penentuan Rencana Operasi oleh TRC dala melakukan Kaji Cepat.

Dalam Paparan Diseminasi Pringatan Dini dan Komunikasi Pilar 3 EW4ALL oleh Harkunti Pertiwi Rahayu (Ketua Umum Ikatan Ahli Bencana Indonesia) di sampaikan Sistem Peringatan Dini adalah sistem terpadu yang terdiri dari sistem dan proses pemantauan, peramalandan prediksi bahaya, penilaian risiko bencana, komunikasi dan kesiapsiagaan yang memungkinkan individu, masyarakat, pemerintah, dunia usaha dan pihak lain untuk mengambil tindakan tepat waktu guna mengurangi risiko bencana sebelum terjadinya peristiwa bahaya (Sumber : UNDRR)

Kriteria Sistem Peringatan Dini Efektif terbagi menjadi 3, yaitu :

  • Multi-hazard System, yang di rancang untuk mendeteksi berbagai bahayayag mungkin terjadi sendiri, bersamaan atau berjenjang (cascade)
  • Sistem end-to-end, yang mencakup seluruh rentang mulai dari deteksi bahaya hingga aksi, termasuk penyediaan pesan peringatan dini yang mudah dipahamidan mudah di tindaklanjuti.
  • Sistim Peringat Dini yang Berpusat pada Masyarakat berarti merancang sistem dengan mempertimbangkan faktor manusia, memberdayakan mereka agar dapat bertindak tepat waktu dan dengan cara yang tepat untuk mengurangi potensi bahaya.

Tantangan umum pada diseminasi Peringatan dini komunikasi, diantaranya :

Kesenjangan Teknologi :

  • Kurang memadainya infrastruktur komunikasi yang handal dan tangguh di daerah pedesaan atau daerah terpencil.
  • Konektivitas “last-mile” yang tidak konsisten atau bahkan tidak ada.
  • Tidak adanya standar protokol peringatan (misal Protokol Peringatan Umum atau Common Alerting Protocol CAP) di semua platform komunikasi.

Faktor Manusia dan Sosial :

  • “Warning Fatigue”: Masyarakat akan mengabaikan peringatan dini bila sering muncul peringatan yang salah (false warning).
  • Ketidakpercayaan: Kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap pihak berwenang yang mengeluarkan peringatan dapat menyebabkan ketidakpatuhan.
  • Informasi Peringatan Salah and Rumor:  Media sosial dapat memperkuat penyebaran informasi palsu, yang menyebabkan kepanikan atau tidak adanya tindakan. •   Perlunya pemberdayaan kearifan lokal dan “natural warning”

Tantangan khusus pada diseminasi Peringatan dini komunikasi, diantaranya :

Aksesibilitas dan Inklusivitas :

  • Peringatan umumnya tidak menggunakan bahasa lokal atau seringkali dalam format yang tidak mudah dipahami masyarakat.
  • Perlunya pengecualian terhadap kelompok rentan, seperti penyandang disabilitas, lansia, dan populasi yang tidak memiliki mobilitas.
  • Hambatan gender dalam menerima dan merespon informasi.

Hambatan Kelembagaan dan Hukum :

  • Lemahnya legislasi yang mendukung diseminasi peringatan dini dan standard operating procedures yang jelas untuk mengeluarkan peringatan
  • Koordinasi yang lemah antara institusi pemerintah, provider telekomunikasi dan media.
  • Pendanaan dan kapasitas teknis yang tidak mencukupi pemeliharaan dan peningkatan sistim peringatan dini.

Harapan dalam Penyebaran dan Komunikasi Peringatan Bencana :

  • Meningkatkan komunikasi publik untuk mencegah disinformasi dan beredarnya hoax yang dapat menimbulkan kepanikan
  • Mendorong dukungan media dengan jangkauan luas dan akurat untuk menjangkau blankspot dan lokasi infrastruktur peringatan yang belum merata, seperti SMS blast atau platform digital yang dikirim kepada masyarakat berisiko di wilayah berpotensi bencana
  • Menggunakan media yang sesuai dengan waktu toleransi setiap jenis ancaman, contoh bencana tsunami membutuhkan waktu toleransi yang lebih singkat dibandingkan bencana banjir
  • Meningkatkan komunikasi publik dalam mendukung perubahan pola pikir dan tindakan individu setelah mendapat pesan informasi bahaya yang disampaikan

Kabupaten Kotawaringin Timur, EWS yang terpasang dan termonitor menjadi bagian pertimbangan dalam penentukan status dalam kebencanaan dan tertuang dala Rencana Kontigensi Bencana Karhutla. Untuk Bencana Banjir, BPBD sedang melakukan simulasi EWS pada penetapan status bencana Banjir. Tetapi secara konvensional dari berbagai data sudah di pergunakan. Selain EWS yang di sajikan oleh Lembaga Terkait, BPBD juga memasang beberapa patok banjir sebagai acuan bersama dalam prakiraan dampak muka air banjir pada wilayah tersebut.

Mungkin Anda juga menyukai